Loading

DAMPAK KALIMAT SYAHADAT


Dampak tauhidullah pada diri seorang muslim harus nyata. Pertama : Seorang muslim yang bertauhid harus merasa senantiasa bersama dan diawasi Allah (ma’yatullah dan muraqabatullah), Kedua : Mencintai (mahabbah) dan ridha kepada Allah melebihi dari apapun. Ketiga : Yakin atau percaya kepada janji Allah (tsiqah bi wa’dillah).
Ma’yatullah, mahabbah dan tsiqah bi wa’dillah akan mendorong seorang muslim untuk senantiasa menjaga aqidahnya, taat kepada aturan Allah dan menjauhi maksiyat serta bergiat dalam dakwah sehingga ia akan menjadi seorang muslim kaffah yang senantiasa mengharap keridhaan Allah (mardhatillah) dan surga (jannah). Allah swt. telah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 208)

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya perkataan orang-orang beriman, ketika dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul menerapkan hukum (Islam) diantara mereka, mereka mengatakan : ’Kami mendengar dan kami patuh’ dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. an-Nuur [24] : 51)

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rab-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka (haraj) terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka beriman dengan taslim. “ (QS. al-Nisaa’ [4] : 65)

Ma’yatullah
Ma’iyyah berasal dari kata ma’a, artinya bersama. Ma’iyatullah berarti kebersamaan Allah swt. Ma’iyyatullah ada dua : al-ma’iyyah al-amah dan al-ma’iyyah al-khashah.

Al-Ma’iyyatullah al-amah
Al-ma’iyyatullah al-amah (kebersamaan umum) artinya bahwa Allah swt. senantiasa bersama dengan seluruh manusia. Baik tua atau muda, laki-laki maupun perempuan, muslim ataupun kafir. Dengan sifat-Nya yang Maha Mengetahui (al-‘Alim), Maha Melihat (al-Bashir), Maha Mendengar (al-Sami’), Allah akan senantiasa mengetahui dan melihat apa yang dilakukan manusia dan apa yang dikatakannya.

هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dia yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian istiwa di arsy. Dia mengetahui apa yang ada di bumi dan yang keluar dari bumi, apa yang turun dari langit dan apa-apa yang naik padanya. Dia bersamamu dimanapun kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hadid [57] : 4)

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidakkah engkau ketahui bahwa Allah mengetahui apa-apa yang ada dilangit dan apa-apa yang ada di bumi? Tiadalah berbisik tiga orang, melainkan dia yang keempatnya dan tidak pula lima orang, melainkan Dia yang keenamnya dan tiada kurang serta tiada lebih melainkan Dia bersama mereka dimana saja mereka berada. Kemudian Dia kabarkan kepada mereka apa-apa yang mereka kerjakan pada hari kiamat. Sungguh Allah Maha Mengetahui tiap-tiap sesuatu.” (QS. al-Mujadilah [58] : 7)

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiadalah satu perkataanpun yang diucapkan seseorang melainkan disisinya ada raqib dan atid.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Wujud dari al-Ma’iyyatullah al-amah adalah Allah memberikan kemuliaan dan rahmat-Nya berupa nyawa, rizki dan segenap nikmat kepada manusia, baik ia beriman kepada Allah ataupun ia ingkar kepada-Nya. Baik ia selalu taat atau bergelimang maksiyat. Allah swt. berfirman :

أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى وَلَا كِتَابٍ مُنِيرٍ

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Allah menundukkan (taskhir) untukmu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin, Diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu, tanpa pertunjuk dan tanpa kitab yang terang.” (QS. Luqman [31] : 20)

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

“Sesungguhnya telah Kami muliakan Bani Adam dan Kami angkut mereka dengan kendaraan di darat dan di laut serta Kami beri rizki mereka dengan yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang Kami jadikan dengan kelebihan (yang sempurna).” (QS. al-Isra’ [17] : 70)

Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat ihsan kepada mereka. Dan selalu taat kepada segenap aturan Allah dan takut berbuat maksiyat oleh karena Allah senantiasa bersama mereka.

وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Berbuatlah ihsan kamu sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepada engkau….” (QS. al-Qashash [28] : 77)

al-Ma’iyyatullah al-khashah
Tidak semua manusia ternyata dapat merespon muraqabatullah dan ihsanullah sebagaimana mestinya. Sangat banyak manusia yang mudah sekali melakukan kemaksiyatan, padahal setiap saat Allah senantiasa mengawasi manusia. Juga, sangat mudah melakukan ke-dzaliman kepada sesama manusia. Padahal Allah senantiasa berbuat baik kepadanya.
Oleh karena itu, sekalipun mendapatkan al-ma’iyyah al-amah, tapi tidak mendapatkan al-ma’iyyah al-khasshah yang bentuknya berupa ta’yidullah (dukungan Allah) dan nashrullah (pertolongan Allah) sebagaimana dialami oleh Rasulullah dan Abu Bakar saat keduanya berada di gua Tsur untuk menghindari kejaran kaum Quraisy dalam hijrahnya ke Madinah. Orang Quraisy tidak menyangka sama sekali bahwa Rasul dan Abu Bakar berada didalam gua karena di mulut gua ada burung merpati yang bertelur serta sarang laba-laba yang masih utuh. Logika mereka, bila ada orang masuk, tentu semua itu akan rusak. Mereka tidak menyadari bahwa Allah-lah yang menciptakan itu semua demi menolong dua hamba terkasihnya. Allah swt. berfirman :

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Jika kamu tiada menolong Nabi, sesungguhnya Allah telah menolongnya, ketika orang-orang kafir mengusirnya, sebagai orang kedua dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua (Tsur), ketika ia berkata kepada sahabatnya : ‘Janganlah engkau berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita.’ Lalu Allah menurunkan ketenangan diatas dirinya dan menguatkannya dengan bala tentara yang tiada kamu lihat (malaikat) dan Allah menjadikan perkataan orang-orang kafir rendah dan kalimat Allah tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah [9] : 40)

Atau seperti yang dialami oleh Nabi Musa dan saudaranya Harun saat menghadapi kekejaman penguasa diktaktor Fir’aun.

قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى

“Berkatalah mereka berdua : ‘Yaa Rab kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia akan segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.” (QS. Thaha [20] : 45)

Lalu Allah menghibur mereka seraya mengatakan,

قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu berdua. Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS. Thaha [20] : 46)

Yakin bahwa dukungan dan pertolongan Allah pasti diberikan kepada manusia yang senantiasa beriman dan konsekwen dengan keimanannya itu. Maka ia senantiasa akan berusaha mewujudkan keimanannya dalam ketatan pada semua aturan Allah baik menyangkut kehidupan individu, keluarga maupun dalam bermasyarakat dan bernegara. Ketika dilihatnya bahwa ditengah keluarga, masyarakat dan negara belum tegak aturan Allah, ia akan berjuang hingga aturan itu tegak secara sempurna. Ia tidak takut untuk senantiasa taat dan tidak takut pula dalam berjuang karena Allah pasti akan menolong dan mendukungnya. Baik dukungan berupa kemudahan dalam urusan, jalan keluar atas persoalan yang dihadapi maupun tambahan rizki yang tiada diduga-duga arahnya. Apapun, Allah pasti akan menjadi penolong orang-orang yang istiqamah dijalan-Nya.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah [2] : 153)

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesunggunya Allah bersama dengan orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2] : 194)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barang siapa yang benar-benar bertaqwa kepada Allah, akan diberikan kepadanya (makhraja) jalan keluar dan akan diberinya rizki dari arah yang tiada diduga-duga, Dan barang siapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. at-Thalaq [65] : 2-3)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Dan barang siapa yang benar-benar bertaqwa kepada Allah akan dijadikan untuknya kemudahan urusannya.” (QS. at-Thalaq [65] : 4)

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang istiqamah menyatakan Rab kami Allah, akan turun kepada mereka malaikat seraya mengatakan janganlah engkau takut dan khawatir. Dan berikan khabar gembira untuk mereka dengan surga yang dijanjikan. Kami-lah pelindungmu didalam kehidupan dunia dan akhirat.” (QS. Fushilat [41] : 30-31)


Mahabbah dan Ridha

قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah : ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari jihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. at-Taubah [9] : 24)

Berdasarkan ayat diatas, maka al-mahabbah (kecintaan) terbagi menjadi tiga : pertama : al-mahabbatu al-ula, yaitu kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad fi sabilillah. Kedua : al-mahabbatu al-wustha, yaitu kecintaan kepada selain Allah, Rasul dan jihad fi sabilillah yang diijinkan, misalnya pada ibu-bapak, anak-anak, suami-istri, karib-kerabat, harta-benda dan sebagainya. Ketiga : al-mahabbatu al-adna, yaitu kecintaan kepada ibu-bapak, anak-anak, suami-istri, karib-kerabat, harta benda dan sebagainya melebihi kecintaannya kepada Allah, Rasul dan Jihad.
Secara fitri sebagai wujud dari gharizatu al-baqa’ dan gharizatu al-nau’, manusia cenderung menyukai harta dan mencintai sesama manusia. Akan tetapi, ketika seseorang muslim telah menyatakan bertauhid maka posisi Allah dan Rasul-Nya menempati posisi utama, lebih dari yang lain sebagaimana ditunjukkan oleh ayat diatas. Kecintaan utama kepada Allah dan Rasul-Nya mendorongnya untuk taat dan menjauhi maksiyat. Termasuk ketika jihad memanggil, dengan ringan ia memenuhi panggilan itu seraya meninggalkan semua hal yang dicintainya. Allah swt. berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [3] : 31)

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. al-Baqarah [2] : 165)

Tsiqah bi Wa’dillah
Tsiqah bi Wa’dillah, artinya percaya dengan janji Allah. Seorang muslim wajib mempercayai janji Allah, baik yang termaktub dalam al-Qur’an maupun yang disampaikan-Nya melalui lisan Nabi-Nya dalam hadist-hadist. Dengan mempercayai janji Allah, seorang muslim sesungguhnya telah mempunyai sikap hidup yang unik. Yakni sikap hidup muslim yang tidak hanya bertumpu pada kenyataan atau tantangan yang ada, tetapi bertumpu pada kepercayaan mutlak akan janji Allah. Sehingga, betapapun buruknya kenyataan yang ada atau betapa pun beratnya tantangan yang menghadang, ia akan menghadapinya dengan teguh dan tegar, bahkan dengan bersemangat. Tidak putus asa. Ia meyakini secara pasti, bahwa setiap kesulitan akan selalu diikuti dengan kemudahan, bahwa kemenangan akan berpihak kepada orang-orang mukmin dan bahwa Allah akan memenangkan Islam atas agama-agama yang lain, walaupun orang-orang kafir membencinya.
Percaya kepada janji Allah berpangkal dari iman, bahwa janji Allah pastilah benar. Allah tidak mungkin mengingkarinya dan tidak mungkin Allah tidak mampu menepati janjinya itu. Jadi, janji Allah tidak mungkin meleset. Allah mempunyai kuasa (qudrah) untuk mewujudkan janji itu. Allah adalah Maha Berkuasa (qadiir) atas segala sesuatu. Allah swt. telah mengaitkan janji kemenangan dengan sifat-Nya Yang Maha Kuasa :

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَا يَسْتَخِفَّنَّكَ الَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ

“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar, Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini kebenaran ayat-ayat Allah itu menggelisahkan kamu.” (QS. ar-Ruum [30] : 60)

وَأُخْرَى لَمْ تَقْدِرُوا عَلَيْهَا قَدْ أَحَاطَ اللَّهُ بِهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا

“Dan (Allah telah menjanjikan pula kemenangan-kemenangan) yang lain (atas negeri-negeri) yang kamu belum dapat menguasainya, yang sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Fath [48] : 21)

Jika Allah swt. telah menjanjikan sesuatu kepada hamba-Nya, niscaya Allah swt. tidak akan menyalahi janji-Nya itu. Allah swt. telah menfirmankan hal itu dalam satu ayat-Nya, yang merupakan salah satu bentuk do’a bagi seorang muslim yang percaya kepada janji-Nya :

رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada Hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran [3] : 194)

Disamping itu, secara faktual sebagaimana ditunjuk-kan oleh sejarah, janji Allah memang terbukti benar. Dalam berbagai riwayat hadist, Rasulullah saw. juga telah menjanjikan kemenangan dan pembebasan dari kesusahan dalam berbagai kesempatan. Berkaitan dengan penaklukan jazirah Arab dan Romawi, Rasulullah saw. bersabda :

“Kalian akan memerangi jazirah Arab lalu Allah menaklukkannya, kemudian kalian akan memerangi Romawi lalu Allah menaklukkannya.” (HR. Muslim)

Tentang penaklukkan Mesir, Rasulullah bersabda :

“Mesir akan ditaklukkan. Dia adalah negeri yang didalamnya disebut al-Qirath. Aku wasiatkan, hendaklah kalian berlaku baik terhadap penduduknya.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw. juga telah mengabarkan kepastian penaklukan Konstantinopel (sekarang Istambul) sekitar delapan abad sebelum ditaklukkanya kota itu. Rasulullah saw. bersabda :

“Sungguh Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin penaklukkan kota itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkan kota itu.”

Demikianlah janji-janji Allah dan Rasuln-Nya. Lalu, apakah janji-janji itu telah menyalahi kenyataan? Fakta sejarah membuktikan bahwa Islam telah menang dan Daulah Islamiyyah berdiri di Madinah. Kemusyrikan terhapus dari jazirah Arab. Persia dan Romawi hilang eksistensinya. Konstantinopel pun akhirnya ditaklukkan oleh Muhammad Al Fatih pada tahun 1453.
Namun demikian, percaya kepada janji Allah menuntut adanya sifat, sikap dan perbuatan tertentu dari seorang muslim. Sebab, janji Allah hanya akan diberikan kepada orang-orang yang beriman, beramal shaleh dan menolong atau memperjuangkan agama Allah. Allah swt. berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad [47] : 7)

Ayat diatas menerangkan, bahwa pertolongan Allah –sebagai salah satu janji Allah— hanya akan diberikan kepada orang yang beriman yang memperjuangkan dan mendakwah-kan agama Islam. Jadi, janji Allah tidak akan diberikan kepada mereka yang tidak beriman atau yang bertopang dagu saja, tidak mendakwahkan Islam.

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal shaleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.” (QS. an-Nuur [24] : 55)

Dalam ayat diatas, Allah telah menjanjikan kekuasaan kepada kaum muslimin. Tetapi, janji Allah ini menuntut adanya keimanan dan amal-amal shaleh yang diperlukan, agar janji Allah itu terwujud secara nyata.
Dengan demikian, percaya kepada janji Allah dapat dikatakan merupakan suatu energi dinamis bagi seorang muslim. Janji Allah tidak akan membiusnya untuk berleha-leha atau berandai-andai, namun sebaliknya akan mendo-rongnya untuk berbuat dan bertindak, agar janji Allah itu terwujud dalam kenyataan.

Akhlak Usahawan Muslim

Usaha Yang Halal
Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para hambaNya dan mengharamkan kepada mereka yang jelek-jelek. Seorang usahawan muslim tentu saja tidak bisa keluar dari bingkai aturan ini, meskipun terbukti ada keuntungan dan hal yang menarik serta menggiurkan baginya. Seorang usahawan muslim tidak seharusnya tergelincir hanya karena mengejar keuntungan sehingga membuatnya berlari dari yang dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang dihalalkan dapat menjadi kompensasi yang baik dan penuh berkah. Segala yang disyariatkan oleh Allah dapat menggantikan apapun yang diharamkan oleh Allah.
Berdagang komoditi yang diharamkan seperti minuman keras, bangkai, daging babi, perdagangan riba dan sejenisnya, tidak akan membuat pengusaha muslim yang jujur berpaling dari Rabbnya apalagi harus menjebloskan diri ke dalam semua perniagaan ha-ram tersebut atau menjadikannya sebagai sumber usahanya.

Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan keistime-waan seorang usahawan muslim yang seluruh aktivitasnya bertolak dari kaidah halal dan haram, yang seluruh usahanya dilakukan dengan mendendangkan syiar mencari keridhaan Allah sebagai tujuan akhir. Sebaliknya, kalangan pelaku usaha lainnya tidak memperdulikan kebaikkan maupun keburukkan usaha yang dijalaninya. Dalam pandangan mereka sama saja proyek perjudian dengan proyek pembangunan. Karena mereka telah mencampakkan tata nilai, agama dan etika secara total dari paradigma pemikiran ekonomi mereka.

Padahal ikatan ini bisa membentuk tatanan yang bersih dalam aktivitas usaha ketika itu dilakukan oleh tangan-tangan yang terbimbing cahaya Ilahi, diprakarsai oleh orang-orang ber-iman yang selalu mengharapkan rahmat Allah dan takut terhadap siksaNya. Sehingga mereka tidak akan terjerumus karena menge-jar kenikmatan instan atau jatah dunia yang bersifat sementara. Mereka mencukupkan diri dengan jatah yang ditentukan oleh Allah dan Rasulnya, karena yang halal itu sudah terlalu luas buat diri mereka.

Oleh sebab itu, di tangan pengusaha muslim harta tidak akan berubah menjadi alat perusak kehidupan masyarakat, yang menghancurkan rumah yang sejahtera, dan merusakan generasi yang dilahirkan. Tidak, tetapi harta itu akan berfungsi sebagai-mana yang dikehendaki oleh Allah, Rabb dari sekalian makhluk. Menjadi sebuah energi yang memancar, tumbuh dan berkembang. Sebuah kekuatan yang mengandung berbagai kebajikan dan karunia. Menjaga mata air yang selalu memancarkan berkah dan kenik-matan. Sehingga seluruh umat merasa bahagia. Karena keuntungan usaha tersebut dapat dirasakan oleh seluruh umat.

Allah berfirman:
"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharam-kan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolong-nya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang ber-untung." (Al-A'raf: 157).

Allah juga berfirman:
"Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keber-untungan." (Al-Maidah: 100).

Ungkapan 'yang buruk' bisa berlaku bagi ucapan, ketetapan dan perbuatan, atau sikap penolakan yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya.

Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih & Prof.Dr.Shalah ash-Shawi

CIRI-CIRI IBADURRAHMAN

Dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara ringkas tapi padat -insya Allah- sifat-sifat 'Ibaadurrahman (para hamba ar-Rahman), karakteristik, ciri-ciri mereka serta pahala besar yang Allah siapkan buat mereka di sisi-Nya agar orang yang ingin menjadi salah satu dari 'Ibaadurrahman dapat memilikinya, meraih kehormatan beribadah dan menisbatkan diri kepada-Nya serta menggapai persaksian.

Adapun ayat yang mengoleksi semua sifat 'Ibaadurrahman itu termuat dalam ayat 63 hingga 76, surat Al-Furqan. Dalam ayat-ayat tersebut, disebutkan sifat-sifat 'Ibaadurrahman sebagai berikut:

1. Tawadhu' (Rendah Hati)

Yaitu sebagaimana firman-Nya, artinya, "(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati" [63]

Inilah sifat pertama 'Ibaadurrahman, yaitu mereka berjalan di atas bumi dengan sangat enteng dan ringan, tidak dibuat-buat, tidak sombong atau pun melengos. Mereka tidak berjalan dengan sangat cepat yang menunjuk-kan sikap suka mengentengkan dan kasar, juga tidak berjalan dengan sangat pelan yang menunjukkan sifat malas dan kumal. Tetapi mereka berjalan dengan ringan, penuh dengan semangat, tekad, kelelakian dan jiwa muda. Mereka mengetahui betul wasiat Luqman kepada anaknya sebagaimana diinformasikan Rabbnya, artinya,

" Dan sederhanalah kamu dalam berjalan [*] dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS.Luqman:19).
[*] Maksudnya: Maksudnya adalah Ketika kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat sedang-sedang saja dalam semua urusan, tidak berlebihan atau keterlaluan sekali.

'Ibaadurrahman berjalan di pelosok bumi untuk mencari rizki dan tuntutan hidup dengan penuh kelembutan dalam batasan-batasan yang diperkenankan Allah subhanahu wata'ala kepada mereka, tidak rakus, tamak, menyia-nyiakan kewajiban, melakukan hal-hal yang diharamkan atau pun berbuat mubadzir. Tidak muncul dari mereka sikap keras, melecehkan, sombong, berbangga-bangga dan berbesar diri. Mereka tidak berbuat kerusakan di muka bumi, mencari ketinggian, lebih mendahulukan keuntungan duniawi yang fana, tidak berusaha semata hanya untuk mengumpulkan harta dan bersenang-senang dengan kenikmatan kehidupan duniawi.

Mereka juga rendah hati terhadap Allah subhanahu wata'ala, lembut dan ringan, tidak angkuh dan sombong. Mereka mendengar firman Allah subhanahu wata'ala, artinya, "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung."

2. Lemah Lembut

Yaitu sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." [63]

Ini merupakan sifat ke dua 'Ibaadurrahman, yaitu bila orang-orang jahil mengucapkan ucapan yang buruk, mereka tidak membalas dengan ucapan yang sama tetapi mema'afkan, tidak berkata kecuali yang baik, mereka tidak terpancing oleh kejahilan orang tersebut, tetapi menahan lisan dan emosi mereka.

Mereka memangkas jalan fitnah dan keburukan yang ingin dilakukan orang-orang jahil itu, memadamkan 'kobaran' kejahatan pertama yang andaikata dibalas dengan tindakan yang sama, pastilah apinya akan semakin menyala sehingga bisa menimbulkan perang besar dan kejahatan bergentayangan. Menurut mereka, kepah-lawanan bukanlah ditampakkan dengan postur badan yang kuat, berotot, dan mampu menang dalam pertarungan, tetapi kepahlawanan yang hakiki adalah menahan diri ketika marah.

Yang menjadi panutan mereka dalam hal ini adalah Nabi mereka, Muhammad shallallahu 'alihi wasallam yang merupakan manusia paling lemah lembut. Salah satu contohnya, "Ketika ada seorang Arab Badui yang datang kepada Rasulullah shallallahu 'alihi wasallamdan berkata kasar, lalu kaum Muslimin marah dan ingin memberinya pelajaran, namun hal itu dicegah oleh beliau. Beliau membalas sikap kasar itu dengan kasih sayang dan lemah lembut." (Hadits Muttafaqun 'alaih)

3. Melakukan Qiyamullail

Yaitu sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka." [64]

Allah subhanahu wata'ala menyebut para hamba-Nya sebagai orang yang mencintai malam hari dengan melakukan ibadah. Mereka bangun saat orang-orang sedang terlelap tidur, waspada saat orang-orang lengah, sibuk menyong-song Rabb mereka, menggantungkan jiwa dan anggota badan mereka kepada-Nya. Saat orang-orang terlena dan merasa mantap dengan kehidupan duniawi, mereka justeru menginginkan 'Arsy ar-Rahman sebab mereka mengetahui bahwa ibadah di kegelapan malam dapat menjauhkan mereka dari sifat riya' dan minta dipuji. Ibadah di malam hari juga membangkitkan kebahagiaan di hati dan ketenangan bagi jiwa serta penerangan bagi penglihatan mereka.

Saat berdiri di hadapan Allah subhanahu wata'ala dan mengarahkan wajah mereka kepada-Nya, mereka merasakan kelezatan dan kebahagiaan yang tiada tara serta kenikmatan yang tak terkira. Tiada lagi rasa manis setelah manisnya beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala, bermesra, dan melakukan kontak dengan-Nya. Melakukan Qiyamullail merupakan sifat asli 'Ibaadurrahman. Allah subhanahu wata'ala menyebut mereka dengan sifat itu dalam banyak ayat dan menganjurkan para Nabi-Nya untuk melakukan hal itu.

Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda, "Hendak-lah kamu melakukan Qiyamullail sebab ia adalah tradisi orang-orang shalih sebelum kamu, bentuk pendekatan kepada Rabb kamu, penghenti dosa, penebus dosa-dosa kecil dan pengusir penyakit dari badan." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi yang dinilai Hasan oleh Syaikh al-Albani)

4. Takut Api Neraka
Sebagaimana firman-Nya:

artinya, "Dan orang-orang yang berkata, 'Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal."[65] Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman." [66]
Sekalipun 'Ibaadurrahman sangat ta'at dan hati mereka dipenuhi dengan ketakwaan namun mereka selalu merasa amalan dan ibadah mereka masih kurang. Mereka tidak melihat hal itu sebagai jaminan dan pemberi rasa aman dari api neraka bila saja tidak mendapatkan curahan karunia dan rahmat-Nya yang dengannya mereka terhindar dari adzab Jahannam. Karena itu, mereka selalu terlihat takut, cemas dan khawatir dengan adzab Jahannam.

Mereka selalu memohon kepada Allah agar Dia menghindarkan mereka dari adzab Jahannam seluruhnya, baik adzab yang dirasakan penghuni abadinya atau pun penghuni semen-taranya. Inilah sifat setiap Mukmin yang bersungguh-sungguh dalam berbuat ta'at dan takut akan adzab Allah subhanahu wata'ala sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang lain,

"Dan orang-orang yang takut terhadap azab Rabbnya. Karena sesungguhnya azab Rabb mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya)." (QS. Al-Ma'arij: 27, 28)

5. Ekonomis Dalam Pengeluaran dan Tidak Boros

Sebagaimana firman-Nya, artinya, "Dan orang-orang yang apabila membe-lanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." [67]

'Ibaadurrahman bukanlah orang-orang yang berbuat mubadzir, membelanjakan harta melewati batas keperluan sebab mereka mengetahui benar bahwa boros akan merusak jiwa dan harta. Orang-orang yang berbuat mubadzir adalah saudara-saudara syetan. Syetan selalu menyuruh berbuat keji dan munkar. Mereka juga mengetahui bahwa mereka bertang-gung jawab di hadapan Allah subhanahu wata'ala terhadap harta mereka; dari mana mereka peroleh dan kepada siapa mereka infakkan.

Mereka juga tidak pernah kikir terhadap diri sendiri dan keluarga mereka, dalam arti teledor memberikan hak mereka dan tidak berinfaq untuk hal yang telah diwajibkan Allah subhanahu wata'ala, sebab mereka mengetahui bahwa Allah subhanahu wata'ala telah mencela kekikiran dan sifat bakhil. Jiwa nan suci menilai buruk sifat bakhil dan menghindari pelakunya.

Metode berinfaq 'Ibaadurrahman adalah moderat dan menengah, antara bakhil dan boros. Mereka berada di puncak pertengahan antara boros dan bakhil. Mereka meletakkan ayat Allah subhanahu wata'ala berikut di hadapan mata mereka, artinya,

"Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." (QS. Al-Isra':29)

Yakni janganlah kamu bakhil, sehingga tidak mau memberi sesuatu kepada siapapun dan janganlah pula boros dalam mengeluarkan harta, sehingga memberi di atas kemampuanmu dan mengeluarkannya melebihi pendapatanmu.

Sumber: Buletin berjudul, Min Shifaat 'Ibaadirrahman Fi Al-Qur'an, disusun oleh Bagian Ilmiah penerbit Darul Wathan. (Hafid M. Chofie)

Adab Terhadap Al-Quran

Setiap muslim harus meyakini kesucian Kalam Allah, keagungannya, dan keutamaannya di atas seluruh kalam (ucapan). Al-Qur'anul Karim itu Kalam Allah yang di dalamnya tidak ada kebatilan. Al-Qur'an memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Allah Ta'ala.
Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur'an. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkan-nya." (HR. Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim dijelaskan: "Bacalah Al-Qur'an, sesungguhnya Al-Qur'an itu akan menjadi syafa'at di hari Qiyamat bagi yang membacanya (ahlinya)." (HR. Muslim).
Wajib bagi kita menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur'an dan meng-haramkan apa yang diharamkannya. Diwajibkan pula beradab dengannya dan berakhlaq terhadapnya. Di saat membaca Al-Qur'an seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab berikut ini untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur'an:
• Agar membacanya dalam keadaan yang sempurna, suci dari najis, dan dengan duduk yang sopan dan tenang. Dalam membaca Al-Qur'an dianjurkan dalam keadaan suci. Namun apabila dia membaca dalam keadaan najis, diperbolehkan dengan Ijma' umat Islam. Imam Haromain berkata; orang yang membaca Al-Qur'an dalam keadaan najis, dia tidak dikatakan mengerjakan hal yang makruh, akan tetapi dia meninggalkan sesuatu yang utama. (At-Tibyan, hal.58-59).
• Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Siapa saja yang membaca Al-Qur'an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami" (HR. Ahmad dan para penyusun Kitab-Kitab Sunan).
Dan sebagian kelompok dari generasi pertama membenci pengkhataman Al-Qur'an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasulullah telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur'an setiap satu minggu (7 hari). (Muttafaq Alaih). Sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Mas'ud, Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit , mereka mengkhatamkan Al-Qur'an sekali dalam seminggu.
• Membaca Al-Qur'an dengan khusyu'. Dengan memeperlihatkan duka cita atau menangis, karena sentuhan pengaruh ayat yang dibaca bisa menyentuh jiwa dan perasaan. Rasulullah SAW bersabda:
"Bacalah Al-Qur'an dan menangislah, apabila kamu tidak menangis maka usahakan seakan-akan menangis (karena ayat yang engkau baca)”. (HR. Al-Bazzar).
Di dalam sebuah ayat Al-Qur'an, Allah Ta'ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hambaNya yang shalih:
" Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' (Al-Isra': 109).
• Agar membaguskan suara di dalam membacanya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Hiasilah Al-Qur'an dengan suaramu" (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Di dalam hadits lain dijelaskan:
"Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur'an" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maksud hadits di atas, membaca Al-Qur'an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah Tajwid.
• Membaca Al-Qur'an dimulai dengan Isti'adzah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan bila kamu akan membaca Al-Qur'an, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari (godaan-godaan) syaithan yang terkutuk" (An-Nahl: 98).
Apabila ayat yang dibaca dimulai adri awal surat, setelah isti'adzah terus membaca Basmalah, dan apabila tidak di awal surat cukup membaca isti'adzah. Khusus surat At-Taubah walaupun dibaca mulai awal surat tidak usah membaca Basmalah, cukup dengan membaca isti'adzah saja.
• Membaca Al-Qur'an dengan berusaha mengetahui artinya dan memahami inti dari ayat yang dibaca dengan beberapa kandungan ilmu yang ada di dalamnya. Firman Allah Ta'ala:
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an, ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad: 24).
• Membaca Al-Qur'an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih atau dalam hati secara khusyu'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Orang yang terang-terangan (di tempat orang banyak) membaca Al-Qur'an, sama dengan orang yang terang-terangan dalam shadaqah" (HR. Tirmidzi, Nasa'i, dan Ahmad).
Dalam hadits lain dijelaskan:
"Ingatlah bahwasanya setiap hari dari kamu munajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh mengangkat suara atas yang lain di dalam membaca (Al-Qur'an)" (HR. Abu Dawud, Nasa'i, Baihaqi dan Hakim), ini hadits shahih dengan syarat Shaikhani (Bukhari-Muslim).
Jadi jangan sampai ibadah yang kita lakukan tersebut sia-sia karena kita tidak mengindahkan sunnah Rasulullah dalam melaksanakan ibadah membaca Al-Qur'an. Misalnya, dengan suara yang keras pada larut malam, yang akhirnya mengganggu orang yang istirahat dan orang yang shalat malam.
• Dengarkan bacaan Al-Qur'an.
Jika ada yang membaca Al-Qur'an, maka dengarkanlah bacaannya itu dengan tenang, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tatkala dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, semoga kamu diberi rahmat" (Al-A'raaf: 204).
• Membaca Al-Qur'an dengan saling bergantian.
Apabila ada yang membaca Al-Qur'an, boleh dilakukan membacanya itu secara bergantian, dan yang mendengarkannya harus dengan khusyu' dan tenang. Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam rumah-rumah Allah, mereka membaca Al-Qur'an dan saling mempelajarinya kecuali akan turun atas mereka ketenangan, dan mereka diliputi oleh rahmat (Allah), para malaikat menyertai mereka, dan Allah membang-ga-banggakan mereka di kalangan (malaikat) yang ada di sisiNya." (HR. Abu Dawud).
• Berdo'a setelah membaca Al-Qur'an. Dalam sebuah riwayat dijelas-kan, bahwa para sahabat apabila setelah khatam membaca Al-Qur'an, mereka berkumpul untuk berdo'a dan mengucapkan: 'Semoga rahmat turun atas selesainya membaca Al-Qur'an'. Dan sebuah hadits dijelaskan, diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallah 'anhu bahwasanya apabila ia telah khatam membaca Al-Qur'an, ia mengumpulkan keluarganya dan berdo'a. (HR Abu Dawud).
Setiap orang Islam wajib mengatur hidupnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan harus dipelihara kesucian dan kemuliaannya, serta dipelajari ayat-ayatnya, dipahami dan dilaksanakan sebagai konsekuensi kita beriman ke-pada Al-Qur'an. (Abu Habiburrahman)

Sumber:
Kitab Minhajul Muslim
Fiqih Sunnah
At-Tibyan Fi Adaabi Hamlatil Qur'an

KHILAFAH ( NEGARA ISLAM ) AKAN TEGAK KEMBALI

"Di tengah – tengah kalian terdapat masa Kenabian yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian aka ada masa KeKhilafahan yang mengikuti manhaj Kenabian yang berlangsung selama Allah menghehendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu saat Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian akan ada masa kekuasaan yang zalim yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu ketika Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Kemudian aka nada masa kekuasaan diktator yang menyengsarakan, yang berlangsung selama Allah menghendakinya. Lalu Dia mengangkat masa itu saat Dia berkehendak untuk mengangkatnya. Selanjutnyaakan muncul kembali masa Kekhilafahan yang mengikuti manhaj kenabian." Setelah itu beliau diam (HR Ahmad).

ini adalah suatu hadist yang menunjukan bahwa umat islam akan kembali berdiri dan merasakan angin kesejahteraan dalam naungan khilafah, dimana seseorang tidak akan merasakan kelaparan, kekurangan, dan perbuatan maksiat. sebagaimana khilafah umar bin abdul aziz. kenapa harus khilafah? karena khilafah mengadobsi sistem dimana didalamnya aturan - aturan yang Allah perintahkan didalam al - qur'an
  • Q.S. 9:33 "Dialah Allah yang mengutus rasulNya dengan huda/petunjuk dan Din/Undang-undang/hukum yang benar, untuk dimenangkanNya atas undang-undang/hukum yang lain (buatan manusia), walaupun orang-orang musrik tidak menyukai."
  • Q.S. 3:19 Undang-undang yang diridhai di sisi Allah adalah Islam
  • Q.S. 5:50 Hukum Allah vs Hukum manusia
  • Q.S. 5:44,45,47 kafir, zalim, fasik jika tidak berhukum dengan hukum Allah
  • 24:1-2 Wajib menjalankan hukum-hukum Allah
  • 28: 85 Wajib menjalankan hukum-hukum Allah
  • 42:13 Perintah untuk menegakkan undang-undang/hukum/syari'at Allah

DUNIA LEBIH HINA DARI BANGKAI

Dari Jabir bin' Abdullah r.a katanya : " Pada suatu hari Rasulullah saw. lewat di pasar melalui bahagian atas. Orang banyak mengikuti beliau di kiri dan dikanan. Beliau bertemu dengan bangkai seekor anak kambing yang kecil kedua telinganya. lalu dihampiri dan diambilnya anak kambing pada telinganya. kata beliau, "Siapakah di antara kamu yang suka membeli ini dengan satu dirham?" Jawab mereka, "Kami tidak suka sedikitpun jua pun. Untuk apa bagi kami." Tanya beliau, "Sukakah kamu diberi dengan cuma-cuma ?" Jawab mereka, "Sekalipun dia hidup kami tidak akan mau, karena anak kambing itu beracat. kedua telinganya kecil. apalagi dia sudah jadi bangkai. "Sabda Rasulullah saw, "Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah Ta'ala daripada anggapanmu terhadap bangkai ini"'

Peradaban Islam kekhalifahan

Di era keemasan Islam, selama kekhalifahan para ulama Muslim telah mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang teknologi sebagai berikut:
- Ilmu jenis bangunan (Perhitungan)- Optik-Ilmu pembakaran cermin- Ilmu dari pusat gravitasi- Ilmu pengukuran dan pemetaan- Ilmu sungai dan kanal- Jembatan Sains- Ilmu mesin kerek- Ilmu mesin militer dan ilmu sumber air yang tersembunyi.peradaban Islam sangat berbeda dari bahasa Yunani, Romawi dan Bizantium dalam melihat teknologi. sarjana Muslim di era kekhalifahan menganggap teknologi sebagai cabang ilmu yang sah. Kenyataan itu terungkap berdasarkan observasi sejarawan ilmu pengetahuan Barat di era modern sejarah ilmu pengetahuan di Abad Pertengahan.
Muslim perhatian Scientists''pay untuk semua jenis pengetahuan praktis, mengklasifikasikan ilmu terapan dan teknologi sisi subyek berdampingan dengan mengembangkan teori-studi,''kata Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam Teknologi Islam: An Illustrated History. Sejumlah buku dan risalah yang ditulis oleh para sarjana Muslim telah mengklasifikasikan tercatat ilmu terapan dan teknologi.Menurut al-Hassan, dapat dilihat dalam serangkaian buku atau buku kerja sarjana Muslim, seperti; Mafatih al-Ulum, karya al-Khuwarizmi; Ihsa al-Ulum (Perhitungan Ilmu), karya al-Farabi, Kitab al-Najat, (Book Rescue) oleh Ibnu Sina dan buku-buku lainnya. Pertimbangkan penjelasan al-Amiri mekanika dalam bukunya yang berjudul al-Ilam bimaqib al-Islam (Pengantar keuntungan Islam). Menurut al-Amiri, mekanika adalah disiplin yang berlaku matematika dan ilmu alam. Mechanics''allows satu untuk meningkatkan air terkubur di bawah kerak bumi dan juga mengangkat air dengan kincir angin atau air mancur, item berat mengakut dengan sedikit usaha, untuk membangun jembatan lengkung atas sungai yang dalam dan melakukan berbagai hal lain, ''kata al-Amiri seperti dikutip al-Hassan dan Hill. Al-Amiri berpendapat bahwa ilmu mekanika sebagai cabang matematika. Tak heran, jika ia meletakkannya dalam kelompok dengan aritmatika, geometri, dan musik. ''Dari investigasi yang kami lakukan pada ilmu-ilmu matematika, dapat dikatakan bahwa sama sekali tidak ada kontradiksi antara ilmu-ilmu ini dengan ilmu-ilmu agama,''kata al-Amiri yang meninggal pada 381 H / 991 M. Pada era keemasan Islam , sarjana Muslim telah diklasifikasikan ilmu-ilmu yang teknologi sebagai berikut; ilmu jenis bangunan, ilmu optik, ilmu pembakaran cermin, ilmu pusat gravitasi, ilmu pengukuran dan pemetaan ilmu pengetahuan, sungai dan kanal, jembatan ilmu, ilmu tentang mesin kerek, ilmu mesin militer dan ilmu sumber air yang tersembunyi. Selain itu, peradaban Islam sudah akrab dengan ilmu pengetahuan navigasi, ilmu tentang jam, ilmu bobot dan pengkuran dan pengetahuan tentang alat ramah.Menurut al-Hassan, teknik mesin dan teknik sipil yang telah diklasifikasikan sebagai matematika, bukan subyek-satunya yang diklasifikasikan sebagai ilmu pengetahuan teknologi. Ini-technologies''non matematika, seperti kimia, produksi industri dan pertanian juga telah dianggap sebagai ilmu,''kata al-Hassan dan Hill. Di era kejayaan peradaban Islam, ada juga topik teknologi ditemukan pada mata pelajaran murni ilmiah. Al-Hassan mengatakan, itu ditemukan di ilmu kedokteran. buku farmasi, di era tersebut, yang berisi informasi yang sangat berguna tentang sifat dan cara membuat berbagai produk organik dan anorganik. Arithmetic''also berisi perhitungan rekayasa untuk kekayasawan, sementara astronomi memiliki risalah pada pembangunan alat ukur dan lain-lain,''kata al-Hassan yang juga mantan direktur Institut Sejarah Science Arab, Universitas Aleppo. Jadi intelektual Muslim pada saat kejayaan Islam menempatkan teknologi.Insinyur di era penguasa kekhalifahan dan masyarakat di era kekhalifahan Islam menempatkan engineer (insinyur) di posisi tinggi dan terhormat. Mereka diberi judul Muhandis. Banyak dari para ilmuwan Muslim, pada saat itu, yang juga menjabat sebagai seorang insinyur. Al-Kindi, misalnya, selain dikenal sebagai seorang fisikawan dan ahli adalah seorang insinyur metalurgi. Selain itu, al-Razi juga populer sebagai insinyur kimia juga berfungsi sebagai seorang insinyur. Al-Biruni terkenal sebagai astronom dan fisikawan, juga seorang insinyur. ''Namun, beberapa tokoh-tokoh seperti Al-Jazari yang mengkhususkan dirinya hanya sebagai seorang insinyur,''kata Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam Teknologi Islam: An Illustrated History. Kebanyakan insinyur berlatih di era kejayaan Islam tidak bisa menulis buku, sehingga namanya tidak diketahui. Salah satu cara mereka lakukan untuk mengabadikan namanya begitu terkenal adalah bagaimana mengukir namanya di bangunan yang mereka bangun. Al-Hassan mencontohkan, pintu gerbang kota Mardin di Diyar Bakr dikorek sebuah pos bertarikh 197 H/910 M atas nama khalifah al-Muqtadir dengan dua insinyur yang mendirikan bangunan. ''Salah satunya adalah Ahmad bin Jamil Al-Muhandiz,''kata al-Hassan. Selain itu, para insinyur juga menulis al istilah-mi'mar untuk memanggil seorang arsitek. Adapun teknik-matematika, yang dikenal sebagai istilah al-Hasib yang who''count means''people. Sementara mendapatkan gelar Hasib rekayasawannya. Hasib and''An insinyur atau arsitek untuk melakukan konsultasi kadang-kadang bertemu dengan,''kata al-Hassan. Pada waktu itu, beberapa insinyur berasal dari kelompok pekerja. Mereka memulai sebagai pekerja konstruksi, tukang kayu, atau pekerja mekanik. Setelah itu, mereka sedang mempelajari teknik dan ilmu lainnya untuk menjadi insinyur dan arsitek. ''Ada juga insinyur yang berasal dari para ilmuwan terampil dalam berbagai bidang pertukangan, yang kadang-kadang mereka berlatih,''kata al-Hassan. Para insinyur tidak hanya dihormati di komunitas Muslim, tetapi juga menempati posisi tinggi di pemerintahan. Insinyur yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan, antara lain, saudara-saudara Musa Banu. Mereka sangat dihormati dan disukai Khalifah al-Ma'mun. Tidak hanya itu, mereka juga memainkan peran penting dalam kehidupan budaya dan politik di Baghdad, pada hari-hari. Terkadang, para insinyur membuat kantor penting. Mereka juga diberi gaji yang tinggi dan penghargaan. Al-Hassan menyatakan, dalam Kerajaan istana Sultan Mamluk itu, ada kantor Al Muhandis Amair atau 'Arsitek Bangunan'. Dia bertanggung jawab untuk semua bangunan dan penilaian bangunan, perencanaan kota. Para insinyur di Royal Mamluk diberi gelar oleh seorang pejabat tinggi dengan title''adtara Mulia, Yang Mulia,''Terpercaya Anda.Pada saat-saat tertentu bahwa judul bisa naik lebih tinggi. Untuk bekerja pada sebuah proyek atau pekerjaan yang merupakan komite yang sangat penting dari insinyur dibentuk. Komite ini bertanggung jawab untuk merancang dan mengawasi seluruh proyek. Itu terjadi ketika Khalifah al-Mansur memutuskan untuk membangun kota Baghdad. Sebelum pembangunan dilakukan, Khalifah mengirim rekayasawannya untuk studi banding di berbagai negara-negara Islam. ''Insinyur juga bertindak juga sebagai kontraktor,''kata al-Hassan. Sebagai contoh, pemerintah meminta mereka untuk menggali kanal di waktu tertentu, dengan biaya yang telah ditentukan. ''Mereka akan mengalokasikan bagian dari pekerjaan subkontraktor Kerja''telah dikenal sistem bagi masyarakat Islam di Baghdad sejak abad ke 9 Masehi Sumbangan Insinyur Teknik Sipil Para insinyur Muslim telah berhasil membangun sederet pekerjaan besar di lapangan. teknik sipil, bendungan, jembatan, penerangan jalan, irigasi, hingga gedung pencakar langit. Sejarah membuktikan, di era keemasan peradaban Islam telah mampu membangun bendungan jembatan (bridge dam). Bendung jembatan digunakan untuk menggerakkan roda air yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan, jembatan pertama dibangun di Dezful, Iran. Bendung mampu menjembatani menuangkan 50 kaki kubik air untuk memasok kebutuhan masyarakat Muslim di kota. Setelah muncul di Dezful, Iran bendung jembatan juga muncul di kota-kota lain di dunia Islam. Dengan demikian, masyarakat Muslim di masa itu tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.Selain itu, dalam era kekhalifahan Islam, para insinyur juga telah mampu membangun bendungan bendungan air pengalihan kontrol. bendungan ini digunakan untuk mengatur atau mengalihkan aliran air. Air bendungan kontrol pertama kali dibangun di Sungai Uzaym insinyur Muslim terletak di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, setiap bendungan tersebut dibangun di kota dan negara-negara lain di dunia Islam. Lain pencapaian seorang insinyur Islam berhasil tertulis dalam teknik sipil adalah pembangunan penerangan jalan. Penerangan jalan umum pertama kali dibangun oleh kekhalifahan Islam, khususnya di Cordoba.Dalam masa kejayaannya, pada malam hari jalan mulus di kota peradaban Muslim di benua Eropa bertabur cahaya. Selain dikenal bertabur cahaya di malam hari, kota-kota peradaban Islam dikenal sangat bersih. Rupanya, para insinyur pada waktu itu umat Islam telah mampu menciptakan sarana pengumpul sampah, seperti kontainer. Sesuatu yang belum dalam peradaban manusia sebelumnya.

Ibn Sina

The Medical Scientists



Ibn Sina also known as Avicenna in the Western World is a philosopher, scientist, physician and also the birth of Persia (now part of Uzbekistan). He is also a prolific writer where most work is about the philosophy and treatment. For many people, he was the "Father of Modern Medicine" and many others call him the most concerned with his work in the medical field. His work is widely known is Qanun fi Thib which is a reference in the medical field for centuries. Ibn Sina's full name Abū 'Ali al-Husayn ibn' Abdallah ibn Sina.
He is the author of 450 books on the subject of a large number. Many of them are focused on philosophy and medicine. He is regarded by many as the "father of modern medicine. George Sarton called Ibn Sina" the most famous scientist of Islam and one of the most famous in all areas, places, and time. "The most famous work is The Book of Healing and The Canon of Medicine, also known as the Qanun (full title: Al-Qanun fi Tibb At).

Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī

The scientist Math (Calculation)
Muhammad Ibn Musa al-Khwarizmi was the author of the book of mathematics. Persian Muslim mathematician was finishing a book that is very popular and became a reference mathematicians throughout the ages was at 820 M. Thanks to this book, the world of modern mathematics the term algebra. Algebra derived from the Arabic al-gabr which means''meeting''or''relationship.''

    
Algebra is a branch of mathematics that can be characterized as a generalization and extension of arithmetic. Algebra is also the name of an abstract algebraic structures, namely algebra in a field. Carl B. Boyer in his work entitled "The Arabic Hegemony": A History of Mathematics, revealed, the Book of Algebra Khwarizmi's work describes a complete calculation to solve the positive roots of polynomial equations to the second degree. Boyer added that Book Khwarizmi's work was also introduced basic methods of "reducing" and "balance / balancing", which refers to changes in terms of reducing the other side of an equation that is the cancellation terms as opposite sides of the equation.

    
Algebra Book has also been a reference to scientists of all time, whether it is for the mathematician Islam and the West. Several prominent scientists have also published a book with a Kitab al-Gabr wa-l-muqabala, among others, Abu Hanifa al-Kamil Abu Shuja Dinawari and ibn Aslam. In addition, Abu Muhammad al-'Adli, Abu Yusuf al-Missisi, 'Abd al-Hamid Ibn Turk, Sind ibn' Ali, Sahl ibn Bišr, and Sarafaddin al-Tusi also includes a lot of Muslim scientists Khwarizmi influenced thinking. R Rashed and Angela Armstrong in his work entitled The Development of Arabic Mathematics, Algebra menegasakan that Al-Khwarizmi's work has significant differences compared to the works of Diophantus, which is often touted as the inventor of algebra. In the view of both the scientist, Khwarizmi's work is much better compared Diophantus's work.
"Text Khwarizmi's work was so different, not only from a book by the Babylonians, but also from his work Arithmatika Diophantus. It no longer involves a number of problems to be solved, but a show that starts with a simple term which gives all possible combinations for the basic equation, which henceforth explicitly represents the true object of study,''said Rasheed and Armstrong.

   
Similar disclosed science historian JJ O'Connor and EF Robertson, in his work entitled the History of Mathematics. According to him, the Persian mathematician's work was a revolutionary work. "Probably one of the most significant progress made by Arab mathematicians to this day is a work Khwarizmi, namely the Book of Algebra,''said O'Connor and Robertson.

    
According to both, the Book of Algebra really is revolutionary, because able to switch from ari Greek mathematics concepts that are based on the geometry. 'In view of O'Connor and Robertson, The Book of Algebra which contained Khwarizmi wrote a unifying theory that provides angka-angka/bilangan rational, irrational numbers, big / distance geometry, and others. O'Connor and Robertson added all these numbers are treated as "algebraic objects". It was appraised as a development for mathematics. Section, the Book of Algebra has opened new avenues for pre-existing concepts. "And this is a tool that can be a vehicle for the development of future s. Another important aspect is the aspect of the introduction of ideas that have been provided math algebra to be applied to himself in a way that has never happened before," explained O'Connor and Robertson. Book Khwarizmi's work was a compilation and expansion of the known rules for solving quadratic equations and for some other problems, and is considered as the basis for modern algebra. This very popular book was introduced to the world of the Western world through the Latin translation by Robert of Chester, entitled Liber et almucabala.Karena algebrae this book does not provide a number of quotes for the author before, so no opinion known to anyone who is used as a reference in his work Khwarizmi's . Historians comment on the book of modern mathematics is based on textual analysis of the book and the whole body of knowledge about the contemporary Muslim world. Surely the most closely related in Khwarizmi's work is a mathematical science of India. The reason, he has written a book called Kitab al-Jam tafriq wa-l-bi-al-Hind-reckoning or The Book of Addition and subtraction According to the Hindu Calculation discussing Hindu-Arabic number system.
Book a random quadratic equation reduction to one of six basic types, and provides a method of algebra and geometry to solve the main base. "Reducing the numbers of modern abstract algebra Khwarizmi is thoroughly rhetorical, with no syncopation found in Greek Arithmetic or works of Brahmagupta. Even the numbers that were written more in words than symbols," said Carl B Boyer, in his work titled A History of Mathematics.Dengan Thus the equation will be explained orally in the form of the expression "the square" (now the "x2"), "root" (now the "x") and "number" (always say a number, like '40- 2 '). Six types of equations with modern figures, are: * kuadarat equal to the roots (ax2 = bx) * squares with figures / numbers (ax2 = c) * roots equal number (bx = c) * squares and roots equal to numbers (ax2 bx = c) * squares and numbers equal to roots (ax2 c = bx) * roots and number equal squares (bx c = ax2) The next section of this book discusses practical examples of application of the rules that have been described. The following section, relating to the implementation of area and volume measurement problems or the content. The last part relates to the calculation that involves a difficult rule of Islamic heritage. Life story of Mr Mr Algebra Algebra. So scientists whose full name was Abu 'Abdallah Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi is often dubbed. He was a Persian mathematician who was born in 194 H/780 AD, precisely in Khwarizm, Uzbeikistan. Because of that, he often greeted with calls Khwarizmi. As well as a great mathematician, he also was the astronomer, and geographer great. Thanks to his prowess, Khwarizmi was selected as an important scientist in the center of the most prestigious science of his day, namely the Temple of al-Hikmah, or House of Wisdom, who founded the Abbasid caliphs in the intellectual metropolis of the world, Baghdad. Temple of al-Hikmah is an institution that serves as a center of higher education.
In the past two centuries, the temple of al-Hikmah was successfully delivered many Islamic thinkers and intellectuals. Among others, the names of scientists like Khwarizmi.Khawarizmi was a scientific genius in the golden age of Islam in the city of Baghdad, Abbasid Caliphate government center. He was very instrumental in developing science of algebra and arithmetic. Wal Muqabalah K Book Aljabr (Pengutuhan Back and Benchmarking) is the first time in history where the term appears in the algebra kontesk disciplines. Name algebra is taken from the famous book. Authorship was very popular in western countries and translated from Arabic into Latin and Italian. Dinukil discussion that many of the essays by western scientists Khwarizmi is about quadratic equations. Donations Al-Khwarizmi in goniometry also remarkable. Table angle geometry associated with the sine function and tangent line tangent to Europe has helped experts to understand more about this science. He developed trigonometric tables containing details of the functions sine, cosine and kotangen and the concept of differentiation. Besides writing Maqala fi al-Jabr wa-al Hisab-al-Muqabilah, he is also known to have written several books and many translated into Latin in the early 12th century, by two of the leading translators of Bath Adelard and Gerard Cremona. Aritmetikanya treatises, one of them titled Kitab al-wal-Tafreeq Jam'a Hisab al-HindiBuku bil-book was kept in use until the 16th century as a basic handbook by universities in Europe. Khwarizmi died in 262 H/846 AD in Baghdad.
Posted by Attubani in History